Selasa, 03 Juli 2012

Pelukis Tinta Bak Semarang : Minim Generasi


Tan Eng Tiong, pelukis tinta bak Semarang
Di Semarang, kalangan seniman lukis Cina masih meneruskan tradisi seni lukis Cina kuno. Tingkat kesulitan yang tinggi membuat seni lukis ini sulit menemukan generasi penerus. 

 ***
Kali ketiga aku mendatangi Tan Eng Tiong, keadaannya belum berubah. Pria senja yang menjadi satu-satunya pelukis tinta bak Semarang itu masih saja lincah, menggoreskan tinta tradisionalnya di lembaran-lembaran kertas dan kanvas.

Pertama datang, tahun 2008 lalu. Kedua kalinya adalah tahun 2011, aku mengantar teman dari Metro TV untuk liputan engkong Tan ini. Yang ketiga, aku kembali datang belum lama ini, untuk sebuah media tertentu,heheh... 

Keadaannya masih sama. Tan Selalu ditemani alunan lagu mandarin saat bermain-main diatas kanvas dan kertas.  Alunan musik ini seakan membuat inspirasi yang tertuang melalui lukisan mengalir deras.

Dalam waktu kurang dari 3 menit, Tan mampu menyelesaikan tiga lukisan bambu, mawar dan udang. 

Untuk lukisan udang, Tan hanya butuh waktu 40 menit. Hebatnya, dia melukis sekali jadi. Tanpa salah dan tanpa membuang kertas !

Sebagai pelukis spesialis tinta bak atau tinta Cina, konsentrasi tinggi memang menjadi modal utama sang pelukis. Karena seni lukis tinta bak ini tidak mengenal pengulangan dalam menggoreskan kuas.

Sekali sret srat sret...jadi lah tiga lukisan. 

" Tiga-tiganya buat kamu," kata engkong Tan padaku. Tak perlu ditebak kan? Bagaimana reaksiku. Tiga kertas HVS berlukiskan mawar, udang dan bambu, cepat-cepat  aku simpan rapi dalam map. Dan kubawa pulang tentunya. :)


Tan Eng Tiong pelukis tua asal Semarang ini mengaku sudah hampir 30 tahun menggeluti seni lukis Cina kuno, seni lukis tinta bak. 

Tidak ada media khusus yang membuatnya kenal dengan tradisi kuno itu. 

" Waktu itu hanya dari buku-buku saja, hanya berbekal melihat sejarah leluhur melalui buku-buku itu !"

Dari kecil Tan sudah hobi melukis. Berbagai media lukis pernah ia coba, dari spesialis melukis kaca, melukis dengan cat minyak hingga melukis dengan tinta bak. Dan tinta bak rupanya menjadi pilihan terakhir yang dia tekuni hingga kini.



Tinta Bak

Apa itu tinta bak?  Bukan tinta  sembarangan. Berasal dari arang pinus dan cemara, persis seperti tinta yang digunakan ribuan tahun lalu. Di kalangan seniman lukis, tinta ini juga layak dipilih karena menghasilkan warna hitam yang cukup tajam dan kuat kesan alaminya.


"Sebelum digunakan melukis, batangan tinta terlebih dahulu dihancurkan dan dicampur dengan air, sehingga menghasilkan warna hitam,"jelas Tan.

Dengan sekali gores, tak sampai 5 detik, tinta akan langsung kering.

Meski hanya satu warna, yang dihasilkan yakni warna hitam tapi hasil lukisan tinta bak ini mampu menciptakan tiga dimensi warna. Gelap terangnya warna dihasilkan dari kekuatan goresan kuas.


"Seni lukis ini memang lebih banyak bermain dengan kekuatan dan kelenturan goresan. Tak heran jika kuas yang digunakan pun tidak sembarang kuas, harus kuas dari bulu serigala. Punya kelenturan. Saya datangkan sendiri dari Cina, paket. Satu buah harganya bisa 40 ribu sampai 100 ribu," katanya sambil menekan-bekan kuas di atas kertas.


Para seniman lukis lain mengakui kesulitan lukisan tinta bak.  Dan kehebatan para pelukisnya. 

" Rata-rata mereka melukis tanpa konsep, tanpa sketsa, namun penuh inspirasi dalam waktu cepat dan tertuang dalam kanvas atau kertas," tutur Wiyono, salah satu pelukis di kawasan pecinan Semarang, yang kutemui di sanggarnya.


Sederet kesulitan-kesulitan itulah yang menjadikan seni lukis tinta bak tak banyak digeluti para seniman umum. Kata Tan Eng Thiong dalam catatan sejarah hanya pelukis keturunan Cina saja di berbagai belahan dunia, yang mampu mempertahankan seni lukis tersebut.

"Akibatnya, sulit menemukan generasi baru," sesal Tan

Lukisan yang dihasilkan banyak menyimbolkan nilai-nilai kehidupan.

Juga nilai keberuntungan yang mereka percayai. 

Dimeja kerja Tan, Aku sempat melihat beberapa lukisan, pesanan dari pasangan muda mudi, calon pengantin. Mereka meminta Tan melukis beberapa binatang yang memiliki simbol kebahagiaan dan kesejahteraan. Dan akan dipasang di rumah baru para calon pengantin itu kelak kalau sudah selesai resepsi :) 

Agak sayang memang, generasi muda yang datang hanya untuk pesan lukisan ! Tanpa ada minat untuk mempelajari seni lukis tersebut. 

Karena sulit, iya juga seh. Tapi jika berusaha, kenapa tidak? Jadi buat kawula muda yang sudah  punya bakat melukis ( bagi yang tidak berbakat, lebih baik gimana ya? Yakin mau coba?  hehe ) coba datangi saja engkong Tan. Dia akan berbahagia menerima kedatangannya saudara pemuda pemudi pecinta seni lukis.

Hingga kini Tan, terbuka menerima semua kalangan yang ingin belajar melukis tinta bak di sanggarnya kawasan Pecinan Semarang.  

Inspirasi
Shinta Ardhan, Semarang, 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar